oleh Qodrat Asyraf R.
Sejak ditetapkannya covid19 sebagai pandemi global oleh WHO, maka negara di seluruh dunia telah mengambil tindakan seperti menyatakan keadaan darurat, memperbaiki ketentuan medis, meminimalkan pengumpulan massal, batas penutupan, pusat rekreasi, sekolah, Perpustakaan, Bisnis, kegiatan keagamaan dan olahraga, pengawasan kota yang ketat menegakkan pengawasan kota yang ketat, karantina individu dan isolasi berskala besar termasuk Indonesia. Pemerintah mengadopsi kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) sebagai langkah untuk mengurangi atau mematahkan rantai distribusi Covid-19. Menteri Pendidikan pada tanggal 12 Maret 2020 mengumumkan liburnya semua kegiatan Pendidikan di semua Lembaga Pendidikan di negara ini telah ditunda untuk semua kegiatan kelas, acara akademik seperti konferensi, dan seminar.
Pengaruh covid-19 tidak bisa dipungkiri telah mengubah konsep, metode dan desain pembelajaran yang ada. Masa covid 19 merubah secara cepat dan luas pembelajaran konvensional, salah satu diantaranya guru dan para didik harus terbiasa dengan pembelajaran daring. Pembatasan perjumaan guru dengan siswa mengharuskan kreatifitas dan inovatif dalam mendisain pola pembelajaran.
Sebelum covid-19 merebak sebenarnya pola pembelajaran daring (online) sudah kita ketahui bahkan sudah ada yang melaksanakan, hal ini lebih dipengaruhi globalisasi dan disrupsi karena teknologi telah menjadi keseharian bagi manusia. Dalam dunia pembelajaran istilah yang dikenal dengan pendidikan era industri 4.0, menggiring semua praktisi pendidikan untuk menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran.
Dabbagh (2007) menyimpulkan karakteristik dan skill yang dimiliki pelajar agar proses pendidikan daring itu berhasil adalah :
- Terampil dalam penggunaan teknologi pembelajaran daring, khususnya berkolaborasi dalam komunikasi dan teknologi.
- Memiliki konsep diri dalam kemandirian belajar, dan hubungan interpersonal yang baik, serta terampil dalam berkomunikasi.
- Memiliki pemahaman dan menghargai pembelajaran kolaboratif serta sanggup mengembangkan kompetensi keterampilan terkait.
- Memiliki keterampilan belajar mandiri dalam memanagemen waktu dan strategi belajar.
Hasanah, dkk, (2020) melakukan penelitian berdasarkan konsep Dabbagh ini dengan menjelaskan komponen penting pada aktifitas belajar daring, yaitu :
- Semangat belajar: semangat pelajar pada saat proses pembelajaran kuat atau tinggi guna pembelajaran mandiri. Ketika pembelajaran daring kriteria ketuntasan pemahaman materi dalam pembelaran ditentukan oleh pelajar itu sendiri. Pengetahuan akan ditemukan sendiri serta siswa harus mandiri. Sehingga kemandirian belajar tiap siswa menjadikan pebedaan keberhasilan belajar yang berbeda-beda.
- Literacy terhadap teknologi : tingkat pemahaman pelajar terhadap pemakaian teknologi merupakan salah satu pilar penting untuk keberhasilan pembelajaran daring. Sebelum pembelajaran daring, siswa harus melakukan penguasaan terhadap teknolologi yang akan digunakan. Alat yang biasa digunakan sebagai sarana pembelajaran daring ialah komputer, smartphone, maupun laptop. Perkembangan teknologi di era 4.0 ini menciptakan bayak aplikasi atau fitur–fitur yang digunakan sebagai sarana pembelajaran daring.
- Kemampuan berkomunikasi dan interpersonal : pelajar harus menguasai kemampuan berkomunikasi sebagai salah satu syarat untuk keberhasilan dalam pembelajaran daring. Kemampuan komunikasi dibutuhkan guna menjalin hubungan serta interaksi antar pelajar lainnya. Sebagai makhluk sosial tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain meskipun pembelajaran daring dilaksanakan secara mandiri. Maka dari itu kemampuan interpersonal dan kemampuan dalam komunikasi harus tetap dilatih dalam kehidupan bermasyarakat.
- Berkolaborasi : memahami dan memakai pembelajaran interaksi dan kolaborasi. Pelajar harus mampu berinteraksi antar pelajar lainnya ataupun dengan guru pada sebuah forum yang telah disediakan, karena dalam pembelajaran daring yang melaksanakan adalah pelajar itu sendiri. Interaksi tersebut diperlukan terutama ketika pelajar mengalami kesulitan dalam memahami materi. Selain hal tersebut, interaksi juga perlu dijaga guna untuk melatih jiwa sosial mereka. Supaya jiwa individualisme dan anti sosial tidak terbentuk didalam diri pelajar. Dengan adanya pembelajaran daring juga pelajar mampu memahami pembelajaran dengan kolaborasi. Pelajar juga akan dilatih supaya mampu berkolaborasi baik dengan lingkungan sekitar atau dengan bermacam sistem yang mendukung pembelajaran daring.
- Keterampilan untuk belajar mandiri: salah satu karakteristik pembelajaran daring adalah kemampuan dalam belajar mandiri. Belajar yang dilakukan secara mandiri sangat diperlukan dalam pembelajaran daring. Karena ketika proses pembelajaran, Pelajar akan mencari, menemukan sampai dengan menyimpulkan sendiri yang telah ia pelajari. “Pembelajaran mandiri merupakan proses dimana siswa dilibatkan secara langsung dalam mengidentifikasi apa yang perlu untuk dipelajari menjadi pemegang kendali dalam proses pembelajaran”. Ketika belajar secara mandiri, dibutuhkan motivasi sebagai penunjang keberhasilan proses pembelajaran secara daring.
Selanjutnya juga penting mendukung kesuksesan proses pembelajaran daring adalah sarana, yaitu hardware dan software. Hardware adalah perangkat alat yang harus dimiliki seperti computer, laptop, smarphone, televisi, sarana internet, kuota data, dll. Software adalah program aplikasi yang digunakan seperti google classroom, zoom, whatsapps, youtube, dll.
Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Pendidik dapat melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom, Youtube, ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran. Dengan demikian, pendidik dapat memastikan peserta didik mengikuti pembelajaran dalam waktu bersamaan, meskipun di tempat yang berbeda. Pendidik pun dapat memberi tugas terukur sesuai dengan tujuan materi yang disampaikan kepada peserta didik.
Melansir laman resmi Kemendikbud RI, ada 12 platform atau aplikasi yang bisa diakses pelajar untuk belajar di rumah yaitu (1) Rumah belajar; (2) Meja kita; (3) Icando; (4) Indonesiax; (5) Google for education; (6) Kelas pintar; (7) Microsoft office 365; (8) Quipper school (9) Ruang guru; (10) Sekolahmu; (11) Zenius; (12) Cisco webex.
Tantangan
Pada tahun 2018 sebanyak 62,41% penduduk Indonesia telah memiliki telepon selular dan 20,05% rumah tangga yang memiliki komputer (BPS, 2019). Data ini sangat relevan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun ada siswa yang belum memiliki laptop, tapi hampir semuanya telah memiliki smarthphone. Ini menunjukkan masih belum meratanya kepemilikan sarana utama dalam pembelajaran daring.
Menurut Jamaludin, dkk (2020) beberapa hambatan seperti jaringan internet yang tidak stabil, kuota terbatas, dan penumpukan tugas ternyata berpengaruh kepada proses pembelajaran daring. Temuan Atsani (2020) kasus yang banyak terjadi ketika penerapan sistem pembelajaran daring ini di antaranya, tidak meratanya siswa dan orang tua siswa yang pandai mengoperasikan media daring, tidak semua orang tua siswa mampu membeli kouta internet, sinyal internet di rumah siswa tidak terjangkau, sebagian besar orangtua murid yang kondisi ekonominya pas-pasan, juga tidak memiliki ponsel pintar atau smartphone sebagai sarana belajar secara daring untuk anak mereka.dan kurang terkontrol disebabkan tidak langsung tatap muka.
Sosiografis penduduk bervariasi, dilingkungan kota dan kelas ekonomi yang mapan mungkin pembelajaran daring bukanlah masalah dari aspek sarana, sebaliknya daerah pelosok ketersediaan sarana internet ini jadi persoalan. Namun yang paling mendasar faktor ekomomi, beban kebutuhan hidup masyarakat semakin berat terlebih lagi saat pandemi covid19 masih berlangsung, sehingga mereka memilih dan memillah mana yang jadi prioritas. Kuota dan hardware bagi anak sekolah dasar bisa jadi belum menjadi kebutuhan prioritas bagi orang tua.
Tantangan pada proses pembelajaran daring adalah potensi masalah baru dalam hal penilaian siswa. Berdasarkan kurikulum 2013, penilaian kegiatan pembelajaran meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Menurut Anderson (2003) terdapat tiga prinsip dalam penilaian pembelajaran, yaitu bermakna, transparansi dan adil. Ketiga prinsip tersebut tidak dapat dipenuhi secara maksimal oleh guru. Terutama prinsip adil. Adil dalam penilaian mempunyai makna bahwa setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam sistem penilaian., bukan berarti bahwa setiap siswa mendapatkan nilai yang sama, tetapi mendapatkan nilai yang sesuai dengan kemampuan belajar masing-masing.
Fakta di lapangan, menunjukkan bahwa semua siswa memperoleh nilai maksimal ketika diberi soal. Hal tersebut menjadi pertanyaan bagi guru, apakah siswa benar-benar memahami materi atau siswa mendapatkan bantuan dari orang dewasa ketika mengerjakan tugas. Sehingga yang terjadi adalah guru tidak dapat menilai ketercapaian pembelajaran secara obyektif sesuai dengan kemampuan siswa.
Dari sisi afektif, guru juga mengalami kesulitan dalam penilaian. Biasanya, penilaian afektif terjadi secara alamiah ketika siswa berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan teman. Adanya pembelajaran daring, menghilangkan sosialisasi siswa dengan siswa yang lain secara langsung. Sehingga menjadi kendala bagi guru dalam melakukan penilaian afektif.
Tantangan lain berupa memudarnya keunggulan program pendidikan karakter khas budaya sekolah. Sebab tidak bisa lagi pembinaan, pembiasaan, pengawasan, dan evaluasi lebih dominan diberikan kepada orang tua. Maka karakter siswa menjadi bervariasi sesuai dengan karakter keluarga siswa masing-masing. Padahal salah satu motivasi orang tua menyekolahkan anaknya adalah agar guru memberikan pendidikan karakter yang memang orang tua belum memiliki atau tidak tahu cara menggajarkannya. Belum lagi kesibukan kerja dan stressor beban hidup orang tua menjadikan lemah pembinaan karakter dirumah, dan kondisi lingkungan sekitar rumah juga bisa mempengaruhi anak.
Aspek penting lain yang perlu diperhatikan menurut Handarini, dkk (2020) mengingatkan hal lain dalam penggunaan smartphone guna menunjang pembelajaran daring adalah adanya kecanduan penggunaan smartphone. Beberapa penelitian menunjukkan adanya indikasi kecanduan gadget akibat penggunaan yang berlebihan. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran akan efek negatif pada penggunaan gadget dan media sosial seperti kemungkinan terpapar informasi yang salah dan tidak perhatian selama belajar akibat bermain media sosial (Siddiqui & Singh, 2016). Selain itu, orang yang kecanduan gadget cenderung memiliki masalah sosial dan akademik (Kwon et al., 2013).
Aspek guru juga perlu diperhatikan. Temuan Rigianti (2020) perubahan pebelajaran dari tatap muka menjadi daring yang terjadi secara mendadak, memunculkan berbagai macam respon dan kendala bagi dunia pendidikan di Indonesia, tak terkecuali guru yang merupakan ujung tombak pendidikan yang langsung berhadapan dengan siswa. Sejumlah guru mengalami kendala yang dialami guru ketika melaksanakan pembelajaran daring diantaranya aplikasi pembelajaran, jaringan internet dan gawai, pengelolaan pembelajaran, penilaian, dan pengawasan.
Kreatifitas adalah Solusi
Sampai saat ini belum ada kepastian berakhirnya masa pandemi, maka pendidikan daring akan terus berlangsung. Tentu dengan cara hidup yang baru yang kita kenal dengan era kenormalan baru. (Kompas.com 16/05/2020) Definisi kenormalan baru oleh pemerintah adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Andai sudah ditemukan obat, lalu masa pandemi dicabut, apakah kehidupan bisa normal kembali seperti semula? Sepertinya tidak demikian.
Karena kita tidak bisa benar-benar normal di semua aspek, sebab sangat mungkin ada beberapa cara hidup kita berubah dikarenakan “menikmati” adaptasi selama pandemi. Situasi krisis ini “memaksa” manusia muncul kreatifitas mencari solusi. Inovasi-inovasi baru inilah yang bisa memubat manusia “menikmati” dan menjalankan kehidupan normal baru pasca pendemi. Inilah yang disebut dengan istilah kenormalan baru (new normal) yang tepat menurut penulis. Hal ini senada dengan pandangan Irwan Abdullah (Ugm.ac.id : 20 Mei 2020) bahwa New Normal adalah peradaban baru. Semua sudah tidak pada normal yang lama dan secara alami beradaptasi.
Munculnya inovasi berupa alat/aplikasi atau model/sistem pembelajaran daring telah dirasakan manfaatnya. Malah sebagaian guru dan siswa tertarik model demikian. Inilah disrupsi pendidikan. Dalam Syarif (2020), disrupsi adalah sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi berpotensi menggantikan pemain-pemain lama dengan yang baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat. Termasuk sekolah atau lembaga pendidikan normal dan non formal akan bersiap untuk terdisrupsi oleh sekolah digital.
Model Pendidikan Masa Depan
Sekolah luring tidak akan benar-benar hilang, sebab pendidikan yang baik masih membutuhkan interaksi tatap muka langsung. Maka kedepan pendidikan pasca pandemi adalah blended learning atau kombinasi antara daring dan luring. Tak bisa dipungkiri bila hadirnya aplikasi-aplikasi daring memudahkan guru dalam transfer ilmu bahkan bisa lebih luas dan dalam (learning to know). Materi tutorial berupa video dari pakar atau ahlinya memudahkan siswa mempraktekannya (learning to do).
Namun kedua itu saja tidak cukup, perlu penanaman karakter akhlak mulia (learning to be) yang ini perlu kerjasama dengan rumah. Lickona (2008) meski sekolah bisa memperbaiki tangkah laku siswa ketika berada disekolah namun sangat mungkin dampaknya tidak bertahan lama pada anak apabila nilai-nilai yang diajarkan sekolah tidak didukung dari rumah.
Selanjutnya peran lingkungan masyarakat juga penting agar siswa memahami jati diri sebagai makhluk sosial yang memiliki etika untuk hidup saling berdampingan penuh toleransi dan kasih sayang (learning to live together)
Penulis membayangkan sekolah masa depan pasca pendemi adalah masuk ke ruang-ruang kelas selama 4 hari untuk belajar, memastikan pemahaman, dan mengevaluasi hasil. Lalu 2 hari sisanya proses belajar praktek, ekplorasi, dan bersosial dengan lingkungan, tentu dalam monitoring daring oleh sekolah. Orang tua dan warga masyarakat terlibat bertanggungjawab dalam proses pendidikan anak-anak bangsa.
Adanya konsep merdeka belajar memudahkan untuk melakukan transformasi pendidikan dengan lebih cepat dan kreatif serta menyenangkan bagi siswa dan guru serta orang tuanya. Apapun desainya merupakan upaya mewujudkan tujuan Pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab bisa terwujud.
salah satu sekolah dasar yang Sekolah Islam di Surabaya bersiap di era pandimi ini adalah SDIT Utsman bin Affan.
sekolah islam di Surabaya, Sekolah Islam di Surabaya, sekolah islam favorit di surabaya, sekolah islam terbaik di surabaya, sekolah islam terpadu di surabaya, sekolah qurani di surabaya, sekolah islam full day school di surabaya, sekolah islam internasional di surabaya, sekolah islam di surabaya gresik, sit di surabaya, sekolah jsit di surabaya














Leave a Reply